Objek bersejarah di Jatinangor berupa menara jam di lingkungan kampus ITB (sebelum tahun 2011 merupakan kampus UNWIM) dan Jembatan Cikuda yang saat ini lebih dikenal dengan nama Jembatan Cincin.
Menara jam yang oleh masyarakat sekitar sering disebut dengan nama Menara Loji dibangun sekira tahun 1800-an. Menara tersebut pada mulanya berfungsi sebagai sirene yang berbunyi pada waktu-waktu tertentu sebagai penanda kegiatan yang berlangsung di perkebunan karet milik W. A. Baud. Bangunan bergaya neo-gothic ini dulunya berbunyi tiga kali dalam sehari. Pertama, pukul 05.00 sebagai penanda untuk mulai menyadap karet; pukul 10.00 sebagai penanda untuk mengumpulkan mangkok-mangkok getah karet; dan terakhir pukul 14.00 sebagai penanda berakhirnya kegiatan produksi karet.
Sekira tahun 1980-an lonceng Menara Loji dicuri dan hingga kini kasusnya masih belum jelas; baik mengenai pencurinya, apa motifnya, dan bagaimana tindak lanjut dari pihak berwenang. Bahkan Pemerintah Daerah Kabupaten Sumedang pun – selaku pihak yang seharusnya mengawasi pemeliharaan cagar budaya – tidak tahu-menahu mengenai kelanjutan kisah pencurian itu. Saat ini Menara Loji nampak tidak terurus. Perawatan terakhir menara ini berupa pengecatan ulang yang dilakukan oleh pihak Rumah Tangga UNWIM pada tahun 2000.
Jembatan di Cikuda yang sering disebut dengan nama Jembatan Cincin pada mulanya dibangun sebagai penunjang lancarnya kegiatan perkebunan karet. Jembatan Cincin dibangun oleh perusahaan kereta api yang bernama Staat Spoorwegen Verenidge Spoorwegbedrijf pada tahun 1918 dan berguna untuk membawa hasil perkebunan. Pada masanya jembatan ini menjadi salah satu roda penggerak perkebunan karet terbesar di Jawa Barat dan setiap pagi hari hasil bumi dari Tanjungsari dibawa melalui jembatan ini untuk dijual di Rancaekek. Rutinitas itu berjalan terus sampai kemudian pada Perang Dunia II tentara Jepang mengangkut besi-besi rel untuk dilebur menjadi persenjataan perang.
Sebagaimana halnya dengan Menara Loji, tidak ada satupun instansi yang mau menangani perawatan jembatan bersejarah ini. Baik Pemda Sumedang maupun PT KAI (Kereta Api Indonesia) – dua pihak yang cukup berkepentingan dengan Jembatan Cincin – menyatakan bahwa pemeliharaan Jembatan Cincin tidak termasuk dalam tanggungjawabnya. Menurut PT KAI, jembatan ini tidak pernah diperbaiki karena sudah tidak digunakan lagi. Sedangkan menurut Dinas Budaya dan Pariwisata Pemerintah Daerah Kabupaten Sumedang, perawatan bangunan bersejarah tidak termasuk dalam tanggung jawab dinas tersebut karena dinas ini hanya bertugas memperhatikan dan membina nilai-nilai budaya.
Selain itu, Jalan Raya Jatinangor sepanjang 4,83 km yang menghubungkan Bandung dengan Sumedang merupakan penggalan dari De Groote Postweg (Jalan Raya Pos) yang dibuat pada tahun 1808 dengan perintah dari Herman Willem Daendels, Gubernur Jenderal Hindia Belanda Timur.
#Toponimi #Objekbersejarah #Jatinangor #Sumedang